Pembahasan
Permendiknas No. 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Satuan Pendidikan merupakan penjabaran dari Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005. Dari beberapa pasal dalam permendiknas tersebut di atas, semua keputusan kebijakan sekolah diputuskan oleh rapat dewan pendidik (guru), ditetapkan oleh kepala sekolah, dan pertimbangan dari komite sekolah. Khusus untuk rencana kerja empat tahunan dan rencana kerja tahunan, harus mendapat pengesahan penyelenggara sekolah.. Kepala sekolah sebagai pelaksana pengelolaan sekolah harus mempertanggungjawabkan kinerjanya dalam bentuk laporan pada rapat dewan pendidik dan komite sekolah.
Analisa
Mungkin masih banyak kepala sekolah yang belum memahami kedudukan dewan guru, sehingga banyak keputusan rapat yang tidak dituangkan dalam surat keputusan. Padahal dengan adanya partisipasi seluruh guru, kerja kepala sekolah akan lebih ringan dan pasti, serta didukung sepenuhnya oleh para guru. Komite sekolah dapat mendorong sekolah agar menempatkan dewan guru sebagai komponen penting bagi kemajuan sekolah, dengan selalu memantau produk keputusan dewan pendidik (guru) yang tertuang dalam surat keputusan dewan pendidik. Hal ini bisa dilakukan pada saat pengesahan rencana kerja tahunan dan rencana kerja empat tahunan.
Analisis mengenai Permendiknas No. 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah ini menggunakan metode Analisis SWOT yang terdiri dari:
1. Strength = kekuatan/kelebihan
2. Weakness = kelemahan
3. Opportunity = peluang
4. Threats = tantangan/ ancaman
A. Kelebihan (Strength) Permendiknas No. 19 Tahun 2007
Kelebihan-kelebihan Permendiknas No. 19 Tahun 2007 ini antara lain:
- Merupakan salah satu penjabaran dari pelaksanaan Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan terutama berkaitan dengan satandar pengelolaan pendidikan yang seharusnya dilaksanakan oleh satuan pendidikan dasar dan menengah yang berada di wilayah hukum negara kesatuan Republik Indonesia.
- Memberikan batasan-batasan berupa standar minimal yang harus dipenuhi oleh satuan pendidikan dasar dan menengah sehingga memberikan arahan yang jelas bagi pelaksanaan dan pengembangan dalam pengelolaan pendidikan yang berlaku secara nasional. Standar minimal ini merupakan starting point yang dapat dijadikan pijakan oleh sekolah/madrasah yang unggul dalam mengembangkan potensinya dan dapat dijadikan arah tujuan pencapaian pelaksanaan pengelolaan pendidikan oleh sekolah/madrasah yang masih berkembang dan memiliki keterbatasan.
- Mendorong terwujudnya otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan. Sebagai contoh, jika dilihat dari aspek kurikulum, tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan kurikulum di masa lalu adalah adanya penyeragaman kurikulum di seluruh Indonesia, tidak melihat kepada situasi riil di lapangan, dan kurang menghargai potensi keunggulan lokal. Permendiknas No. 19 tahun 2007 ini turut memberikan pijakan dan arahan bagi pengembangan kurikulum oleh tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah. Sesuai dengan kebijakan Departemen Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan Permendiknas No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), sekolah diwajibkan menyusun kurikulumnya sendiri yang memungkinkan sekolah/ madrasah menitikberatkan pada mata pelajaran tertentu yang dianggap paling dibutuhkan siswanya dan dapat disesuaikan dengan kearifan lokal.
- Ditinjau dari aspek standar perencanaan program, pelaksanaan rencana kerja, pengawasan dan evaluasi, kepemimpian sekolah/ madrasah dan standar sistem informasi dan manajemen yang dituangkan dalam Permendiknas No. 19 tahun 2007, hal ini mendorong pengelolaan pendidikan yang dilaksanakan setiap tingkatan satuan pendidikan yang terdiri dari para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan serta memayungi dan memberikan kesempatan bagi masyarakat dan orangtua untuk berpartisipasi dalam menentukan arah kebijakan pendidikan di sekolah.
B. Kelemahan (Weakness) Permendiknas No. 19 Tahun 2007
Permendiknas No. 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang diberlakukan di Indonesia di samping memiliki kelebihan-kelebihan juga memiliki kelemahan-kelamahan. Sebagai konsekuansi logis dari penerapannya setidak-tidaknya terdapat beberapa kelemahan-kelemahan, di antaranya adalah sebagai berikut:
- Kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang diharapkan mampu menjabarkan Permendiknas No.19 tahun 2007 pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada. Sebagai contoh jika dilihat dari aspek kurikulum, pola penerapan KTSP terbentur pada masih minimnya kualitas guru dan sekolah, sarana dan prasarana pendukung. Sebagian besar guru belum bisa diharapkan memberikan kontribusi pemikiran dan ide-ide kreatif untuk menjabarkan panduan kurikulum itu (KTSP), baik di atas kertas maupun di depan kelas. Salah satu penyebabnya antara lain masih rendahnya kealifikasi akademik tenaga pendidik dan kependidikan. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas pada tahun 2004, bahwa dari 2,7 juta guru menunjukkan bahwa ketidaksesuaian ijasah yang mengajar di jenjang pendidikan dasar dan menengah menunjukkan kecenderungan yang kurang mengembirakan, jika mengacu pada persyaratan yang ada. Guru SD tercatat 66,11% yang tidak memiliki ijasah sesuai ketentuan, guru SMP 39,99% , dan guru SMA sebanyak 34,08%. Selain itu tercatat secara umum terdapat 15,21% guru pada berbagai jenjang pendidikan dasar dan menengah yang mengajar tidak sesuai dengan kompetensinya. Hasil survey Human Development Indeks (HDI) sebanyak 60% guru SD, 40% guru SMP, 43% guru SMA, dan 34% guru SMK belum memenuhi standarisasi mutu pendidikan nasional. Lebih mengkhawatirkan lagi bila 17,2% guru di Indonesia mengajar bukan pada bidang keahliannya (Toharudin, Oktober 2005 dalam Muhyi,Dindin MZ, 2007)
- Pengelolaan satuan pendidikan dasar pada jenjang sekolah dasar (SD) menurut Permendiknas No.19 tahun 2007, dibedakan dengan pengelolaan pada jenjang sekolah menengah pertama (SMP/ M.Ts) dan sekolah menengah atas (SMA/ MA). Hal ini mengandung banyak konsekuensi dan kelemahan bagi pengelolaan di SD/MI terutama bagi pengelolaan di SD komplek (dalam satu tempat terdiri dari beberapa SD). Pada SD komplek, sudah sepatutnya mulai dipertimbangkan untuk dikeluarkan kebijakan pengelolaan sekolah satu atap yang dipimpin oleh seorang kepala sekolah saja, hal ini sebagai bentuk efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pengelolaan pendidikan di SD sehingga untuk SD komplek dapat diterapkan menejemen pengelolaan seperti yang diterapkan di SMP/M.Ts dan SMA/SMK/MA.
- Kurangnya pembinaan dan sosialisasi Permendiknas No. 19 tahun 2007 di tingkat kecamatan. Hingga saat ini masih saja ada kepala sekolah dan guru yang belum pernah membaca dan belum mengerti mengenai Permendiknas No. 19 tahun 2007. Pertanyaannya adalah, apakah mungkin standar minimal pengelolaan pendidikan oleh satuan dasar dan menengah dapat dilaksanakan jika sumber daya manusianya tidak memahaminya bahkan tidak tahu sama sekali?
Beberapa faktor kelemahan di atas harus menjadi perhatian bagi pemerintah agar pemberlakuan Permendiknas No.19 tahun 2007 tidak hanya akan menambah daftar persoalan-persoalan yang dihadapi dalam dunia pendidikan kita. Jika tidak, maka pemberlakuannya hanya akan menambah daftar makin carut marutnya pendidikan di Indonesia.
C. Peluang (Opportunity) Permendiknas No. 19 Tahun 2007
Permendiknas No. 19 tahun 2007 mengatur mengenai Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang memberikan batas minimal pengelolaan pendidikan secara operasional yang dapat disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing tingkatan satuan pendidikan, maka peluang untuk meningkatkan mutu pendidikan dan bangkit dari keterpurukan, dapat direalisasikan. Memang hal ini tidaklah mudah, tidak semudah membalikkan telapak tangan, melainkan membutuhkan waktu dan proses.
Keterlibatan guru, kepala sekolah, masyarakat yang tergabung dalam komite sekolah dan dewan pendidikan dalam pengambilan keputusan akan membangkitkan rasa kepemilikan yang lebih tinggi terhadap sekolah, dan terhadap pengembangan program-program sekolah. Dengan demikian dapat mendorong mereka untuk mendayagunakan sumber daya yang ada seefisien mungkin untuk mencapai hasil yang optimal. Konsep ini sesuai dengan konsep Self Determination Theory yang menyatakan bahwa jika seseorang memiliki kekuasaan dalam pengambilan suatu keputusan, maka akan memiliki tanggung jawab yang besar untuk melaksanakan keputusan tersebut.
Pemberlakuan Permendiknas No 19 tahun 2007 memberikan peluang kepada sekolah untuk mengoptimalkan kondisi lingkungannya dengan memperhatikan karakteristik sekolah, peserta didik serta sosial budaya masyarakatnya. Dengan diberikannya otonomi luas kepada sekolah, maka sekolah dapat menentukan arah pengembangan pengelolaan pendidikan dengan jelas sesuai dengan kebutuhan. Hal ini memungkinkan terwujudnya sekolah-sekolah unggulan yang memiliki ciri khas dan keunikan sendiri yang memperkaya perkembangan dunia pendidikan negeri ini, sesuai dengan prinsip kebersamaan dalam keberagaman.
Pemberlakuan Permendikans No.19 tahun 2007 juga membuka peluang bagi sekolah untuk mandiri, maju dan berkembang berdasarkan strategi kebijakan manajemen pendidikan yang ditetapkan pemerintah dengan penuh tanggungjawab. Dengan demikian, sekolah dapat meningkatkan kualitasnya baik sumber daya, dalam hal ini tenaga pendidik dan kependidikan, sarana prasarana, kualitas pembelajaran serta peningkatan mutu lulusan yang dihasilkannya.
D. Tantangan (Threats) Permendiknas No. 19 Tahun 2007
Permendiknas No.19 tahun 2007 merupakan salah satu bentuk inovasi dalam pendidikan, dan dalam setiap inovasi selalu saja terdapat tantangan di dalamnya. Tantangan yang dihadapi dalam penerapan Permendiknas No.19 tahun 2007 ini sangat kompleks namun secara umum tantangan yang dihadapi antara lain
- Penerapan Permendiknas No.19 tahun 2007 perlu didukung oleh iklim pengelolaan di tingkat satuan pendidikan yang kondusif bagi terciptanya suasana yang aman, nyaman dan tertib, sehingga proses pengelolaan pendidikan dapat berlangsung dengan tenang dan menyenangkan (enjoyable education). Iklim yang demikian akan mendorong pelaksanaan pembelajaran di sekolah/madrasah yang menekankan pada learning to know, learning to do, learning to be dan learning to live together. Suasana tersebut akan memupuk tumbuhnya kemandirian dan berkurangnya ketergantungan di kalangan warga sekolah tidak hanya bagi peserta didik, melainkan bagi guru dan pimpinannya.
- Permendiknas No.19 tahun 2007 sebagai salah satu perangkat pendukung yang memberikan otonomi luas kepada sekolah perlu disertai seperangkat kewajiban, serta monitoring dan tuntutan pertanggungjawaban yang relatif tinggi untuk menjamin bahwa sekolah selain memiliki otonomi luas juga memiliki kewajiban melaksanakan kebijakan pemerintah dan memenuhi harapan masyarakat. Sekolah memiliki kewajiban untuk melaksanakan pelayanan prima yang berusaha untuk memuaskan pengguna jasa (customer satisfaction) dalam hal ini peserta didik dan orangtua murid dan pengguna jasa lulusan sekolah.
- Pelaksanaan Permendiknas No.19 tahun 2007 memerlukan sosok kepala sekolah yang profesional, memiliki kemampuan manajerial yang handal serta demokratis dalam setiap pengambilan keputusan. Pada umumnya kepala sekolah di negeri ini belum dapat dikatakan profesional seperti yang diungkapkan oleh Bank Dunia (1999) bahwa salah satu penyebab makin menurunnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah kurang profesionalnya kepala sekolah sebagai manager pendidikan di lapangan. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah sebaiknya melakukan perubahan dalam hal pengangkatan kepala sekolah, dari yang berorientasi pada pengalaman kerja ketika menjadi guru menjadi orientasi kemampuan dan keterampilan secara profesional.
- Dalam penerapan Permendiknas No.19 tahun 2007, wujud partisipasi masyarakat dan orang tua murid tidak hanya dalam bentuk financial. Ide, gagasan dan pemikiran masyarakat sangat dibutuhkan untuk dapat menunjang keberhasilan sekolah. Sekolah harus berupaya untuk menumbuhkan kesadaran pada masyarakat dan orangtua murid bahwa sekolah adalah lembaga yang harus didukung oleh semua pihak. Keberhasilan sekolah adalah kebanggaan bagi masyarakat, dan untuk mewujudkannya diperlukan kerjasama yang harmonis.
- Permendiknas No.19 tahun 2007 menuntut kinerja profesional sekolah terutama kepala sekolah dan guru dalam implementasinya. Oleh sebab itu guru harus senantiasa mengembangkan kemampuan dan keterampilan profesionalismenya. Hal ini dapat juga dilakukan melalui Kelompok Kerja Guru (KKG) atau Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Pemberdayaan KKG dan MGMP dapat meningkatkan kualitas dan kompetensi guru dalam pengelolaan pembelajaran.
Rekomendasi
Untuk menangani permasalahan tersebut, perlu diambil langkah-langkah kebijaksanaan baik mengenai implementasi Permendiknas No.19 tahun 2007. Langkah-langkah kebijaksanaan yang ditempuh antara lain sebagai berikut:
- Perlu diciptakan sistem informasi yang dapat mengkomunikasikan/memantau perkembangan pelaksanaan Permendiknas No.19 tahun 2007 pada berbagai daerah diseluruh tanah air.
- Meningkatkan kemampuan dan keterampilan profesionalisme (Pembina, pengawas/ penilik, kepal sekolah, guru) agar Permendiknas No.19 tahun 2007 dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
- Mencukupi fasilitas pendukung pelaksanaan Permendiknas No.19 tahun 2007 baik oleh masyarakat maupun pemerintah (buku, alat pendidikan, dan sarana pendidikan lainnya)
- Meningkatkan kesejahteraan bagi para pelaksana pendidikan agar berfungsi sesuai tugas dan tanggung jawabnya.
- Menciptakan kondisi yang kondusif yang dapat memberikan kemungkinan para pelaksana pendidikan menjalankan tugasnya secara kreatif, inovatif, dan bertanggung jawab.
- Menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah dan memiliki rasa kepedulian yang tinggi terhadap kondisi sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar