"Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain."(HR. Bukhari dan Muslim); "Barangsiapa yang mengajak (seseorang) kepada petunjuk (kebaikan), maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun."(HR. Muslim); “Janganlah meremehkan suatu kebaikan sekecil apapun, walaupun engkau berjumpa dengan saudaramu dengan wajah berseri-seri.”(HR. Muslim)
Tampilkan postingan dengan label Pokok-pokok Ajaran Islam Tentang Halal dan Haram. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pokok-pokok Ajaran Islam Tentang Halal dan Haram. Tampilkan semua postingan
Minggu, 12 Februari 2012
Sesuatu yang Haram Berlaku Untuk Semua Orang
HARAM dalam pandangan syariat Islam mempunyai ciri menyeluruh dan mengusir. Oleh karena itu tidak ada sesuatu yang diharamkan untuk selain orang Arab (ajam) tetapi halal buat orang Arab. Tidak ada sesuatu yang dilarang untuk orang kulit hitam, tetapi halal, buat orang kulit putih. Tidak ada sesuatu rukhsah yang diberikan kepada suatu tingkatan atau suatu golongan manusia, yang dengan menggunakan nama rukhsah (keringanan) itu mereka bisa berbuat jahat yang dikendalikan oleh hawa nafsunya. Mereka yang berbuat demikian itu sering menamakan dirinya pendeta, pastor, raja dan orang-orang suci. Bahkan tidak seorang muslim pun yang mempunyai keistimewaan khusus yang dapat menetapkan sesuatu hukum haram untuk orang lain, tetapi halal buat dirinya sendiri.
Menjauhkan Diri dari Syubhat Karena Takut Terlibat dalam Haram
SALAH satu daripada rahmat Allah terhadap manusia, yaitu: Ia tidak membiarkan manusia dalam kegelapan terhadap masalah halal dan haram, bahkan yang halal dijelaskan sedang yang haram diperinci.
FirmanNya:
"Dan sungguh Allah telah menerangkan kepadamu apa-apa yang Ia haramkan atas kamu." (al-An'am: 119)
Masalah halal yang sudah jelas, boleh saja dikerjakan. Dan soal haram pun yang sudah jelas, samasekali tidak ada rukhsah untuk mengerjakannya, selama masih dalam keadaan normal.
Niat Baik Tidak Dapat Melepaskan yang Haram
ISLAM memberikan penghargaan terhadap setiap hal yang dapat mendorong untuk berbuat baik, tujuan yang mulia dan niat yang bagus, baik dalam perundang-undangannya maupun dalam seluruh pengarahannya. Untuk itulah maka Nabi Muhammad s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya semua amal itu harus disertai dengan niat (ikhlas karena Allah), dan setiap orang dinilai menurut niatnya." (Riwayat Bukhari)
Bersiasat Terhadap Hal yang Haram, Hukumnya adalah Haram
SEBAGAIMANA Islam telah mengharamkan seluruh perbuatan yang dapat membawa kepada haram dengan cara-cara yang nampak, maka begitu juga Islam mengharamkan semua siasat (kebijakan) untuk berbuat haram dengan cara-cara yang tidak begitu jelas dan siasat syaitan (yakni yang tidak nampak).
Rasulullah pernah mencela orang-orang Yahudi yang membuat suatu kebijakan untuk menghalalkan perbuatan yang dilarang (haram).
Apa Saja yang Membawa Kepada Haram adalah Haram
SALAH satu prinsip yang telah diakui oleh Islam, ialah: apabila Islam telah mengharamkan sesuatu, maka wasilah dan cara apapun yang dapat membawa kepada perbuatan haram, hukumnya adalah haram.
Oleh karena itu, kalau Islam mengharamkan zina misalnya, maka semua pendahuluannya dan apa saja yang dapat membawa kepada perbuatan itu, adalah diharamkan juga. Misalnya, dengan menunjukkan perhiasan, berdua-duaan (free love), bercampur dengan bebas, foto-foto telanjang (cabul), kesopanan yang tidak teratur (immoral), nyanyian-nyanyian yang kegila-gilaan dan lain-lain.
Setiap yang Halal Tidak Memerlukan yang Haram
SALAH satu kebaikan Islam dan kemudahannya yang dibawakan untuk kepentingan ummat manusia, ialah "Islam tidak mengharamkan sesuatu kecuali di situ memberikan suatu jalan keluar yang lebih baik guna mengatasi kebutuhannya itu." Hal ini seperti apa yang diterangkan oleh Ibnul Qayim dalam A'lamul Muwaqqi'in 2: 111 dan Raudhatul Muhibbin halaman 10. Beliau mengatakan: Allah mengharamkan mereka untuk mengetahui nasib dengan membagi-bagikan daging pada azlam,8 tetapi di balik itu Ia berikan gantinya dengan doa istikharah. Allah mengharamkan mencari untung dengan menjalankan riba; tetapi di balik itu Ia berikan ganti dengan suatu perdagangan yang membawa untung. Allah mengharamkan berjudi, tetapi di balik itu Ia berikan gantinya berupa hadiah harta yang diperoleh dari berlomba memacu kuda, unta dan memanah. Allah juga mengharamkan sutera, tetapi di balik itu Ia berikan gantinya berupa aneka macam pakaian yang baik-baik, yang terbuat dari wool, kapuk dan cotton. Allah telah mengharamkan berbuat zina dan liwath, tetapi di balik itu Ia berikan gantinya berupa perkawinan yang halal. Allah mengharamkan minum minuman keras, tetapi dibalik itu Ia berikan gantinya berupa minuman yang lezat yang cukup berguna bagi rohani dan jasmani. Dan begitu juga Allah telah mengharamkan semua macam makanan yang tidak baik (khabaits), tetapi di balik itu Ia telah memberikan gantinya berupa makanan-makanan yang baik (thayyibat).
Mengharamkan yang Halal akan Berakibat Timbulnya Kejahatan dan Bahaya
DI ANTARA hak Allah sebagai Zat yang menciptakan manusia dan pemberi nikmat yang tiada terhitung banyaknya itu, ialah menentukan halal dan haram dengan sesukanya, sebagaimana Dia juga berhak menentukan perintah-perintah dan syi'ar-syi'ar ibadah dengan sesukanya. Sedang buat manusia sedikitpun tidak ada hak untuk berpaling dan melanggar.
Mengharamkan yang Halal dan Menghalalkan yang Haram Sama dengan Syirik
KALAU Islam mencela sikap orang-orang yang suka menentukan haram dan halal itu semua, maka dia juga telah memberikan suatu kekhususan kepada mereka yang suka mengharamkan itu dengan suatu beban yang sangat berat, karena memandang, bahwa hal ini akan merupakan suatu pengungkungan dan penyempitan bagi manusia terhadap sesuatu yang sebenarnya oleh Allah diberi keleluasaan. Di samping hal tersebut memang karena ada beberapa pengaruh yang ditimbulkan oleh sementara ahli agama yang berlebihan.
Menentukan Halal-Haram Semata-Mata Hak Allah
DASAR kedua: Bahwa Islam telah memberikan suatu batas wewenang untuk menentukan halal dan haram, yaitu dengan melepaskan hak tersebut dari tangan manusia, betapapun tingginya kedudukan manusia tersebut dalam bidang agama maupun duniawinya. Hak tersebut semata-mata ditangan Allah.
Bukan pastor, bukan pendeta, bukan raja dan bukan sultan yang berhak menentukan halal-haram. Barangsiapa bersikap demikian, berarti telah melanggar batas dan menentang hak Allah dalam menetapkan perundang-undangan untuk ummat manusia. Dan barangsiapa yang menerima serta mengikuti sikap tersebut, berarti dia telah menjadikan mereka itu sebagai sekutu Allah, sedang pengikutnya disebut "musyrik".
Asal Tiap-Tiap Sesuatu Adalah Mubah
DASAR pertama yang ditetapkan Islam, ialah: bahwa asal sesuatu yang dicipta Allah adalah halal dan mubah. Tidak ada satupun yang haram, kecuali karena ada nas yang sah dan tegas dari syari' (yang berwenang membuat hukum itu sendiri, yaitu Allah dan Rasul) yang mengharamkannya. Kalau tidak ada nas yang sah --misalnya karena ada sebagian Hadis lemah-- atau tidak ada nas yang tegas (sharih) yang menunjukkan haram, maka hal tersebut tetap sebagaimana asalnya, yaitu mubah.
Langganan:
Postingan (Atom)